Perkawinan pada masyarakat Karo bersifat eksogami merge, dalam arti
pertukaran wanita tidak terjadi secara timbal balik antara dua kelompok
kerabat saja. Dalam kenyataannya kelompok kekerabatan yang benar-benar
melakukan perkawinan exogami adalah kelompok kerabat sada nina. Orang
karo mengenal pula adat perkawinan lakoman, yaitu perkawinan antara
seorang janda dengan saudara laki-laki almarhum suaminya; dan perkawinan
gancibahu, yaitu perkawinan antara seorang duda dengan saudara
perempuan almarhum istrinya. Di tanah Karo, dan tanah Batak pada
umumnya, sekalipun agama Islam, Kristen Protestan dan Katholik telah
masuk, agama asli yang disebut perbegu tetap besar pengaruhnya. Bahkan
orang Karo yang menganut agama asli ini lebih banyak daripada yang
menganut agama-agama besar tersebut. Bentuk religi yang dijalankan
adalah pemujaan terhadap roh kerabat yang telah meninggal. Orang Karo
mengenal beberapa roh pelindung, antara lain : Mate sada wari, yaitu roh
kerabat yang mati mendadak karena kecelakaan, terbunuh, dan sebagainya ;
serta Batara Guru, yaitu roh bayi yang meninggal sebelum tumbuh
giginya. Dalam sistem religi dilakukan serangkaian upacara adat yang
dipimpin oleh seorang dukun wanita disebut Guru si baso.
Dialah
yang menjadi perantara manusia dengan roh halus. Dalam suatu upacara
pemujaan dukun wanita tersebut kemasukan roh sehingga dapat berhubungan
langsung dengan roh yang ingin dihubungkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar